Kamis, 17 November 2011

KOALISI MANDIRI-BCA SETELAH “DIPAKSA” BI

Interkoneksi jaringan ATM bank-bank belum memuaskan cita-cita BI yang ingin mendorong terciptanya interkoneksi nasional. Interkoneksi ATM Mandiri dan ATM BCA karena desakan BI? Adu banyak ATM masih terjadi? Karnoto Mohamad
EMPAT hari sebelum hari Idul Fitri akhir Agustus lalu, Darmin Nasution, Gubernur Bank Indonesia (BI) memanggil dua bankir papan atas ke “markas”-nya di Jalan Thamrin, Jakarta. Keduanya adalah Zulkifli Zaini yang menahkodai Bank Mandiri dan Jahja Setiaatmadja yang menjabat Direktur Utama Bank Central Asia (BCA). Menurut sumber Infobank, pemanggilan kedua petinggi bank raksasa itu berkaitan dengan efisiensi pembayaran melalui interkoneksi jaringan automatic teller machine (ATM). “Bukan dipanggil, tapi kami diajak bicara ya,” ujar Jahja sambil tersenyum saat dimintai konfirmasi oleh Infobank.
Mandiri dan BCA adalah dua bank terbesar sekaligus memiliki jaringan ATM terbanyak dan selama ini saling menutup diri. Hal ini sudah lama menjadi pembicaraan di BI sebagai regulator sistem pembayaran yang mendorong kedua bank dengan customer based sangat besar itu untuk saling menghubungkan jaringan ATM-nya. Dan pemanggilan petinggi BCA dan Mandiri Agustus lalu tentu bertujuan untuk mendesak kedua bank itu. Di depan gubernur bank sentral yang memberi tempo dua bulan itu, Zulkifli dan Jahja akhirnya berjabat tangan sebagai tanda setuju melakukan interkoneksi.
Jika kerjasama Mandiri-BCA tersebut terwujud karena desakan BI, boleh jadi interkoneksi ATM tersebut bukan karena kepentingan bisnis kedua bank itu. Apakah kesediaan Mandiri masuk ke Prima dan BCA masuk ke Link hanya semata-mata untuk menuruti kehendak BI?  “Ini lebih pertimbangan bisnis disamping untuk meningkatkan kenyamanan nasabah,” tepis Zulkifli Zaini secara diplomatis kepada Dwi Setiawati dari Infobank saat dimintai klarifikasi mengenai motif dari interkoneksi dengan ATM BCA.
Yang jelas, Mandiri dan BCA adalah bank papan atas yang terus bertarung merebut dana murah dan adu balap di bidang transaksional. Keduanya juga menjadikan ATM sebagai salah satu electronic delivery channel untuk menguasai pasar ritel. Sampai akhir 2010, BCA masih mempertahankan posisinya sebagai bank dengan ATM paling banyak. Tapi, Mandiri sangat ekspansif memperkuat infrasrtuktur teknologi informasi (TI) dan memperluas jaringan sejak dua tahun terakhir.
Pada 2011, belanja modal Mandiri mencapai US$110 juta, lebih besar dari anggaran 2010 yang sebesar US$75 juta. Per Juni lalu, ATM Mandiri sudah mencapai 8.480 unit, melebihi ATM BCA yang banyak 7.709 unit. Rico U. Frans, Senior Vice President e-Banking Group Mandiri, mengatakan bahwa Mandiri menargetkan memiliki ATM hingga 8996 unit sampai akhir 2011. “Tahun ini kami menambah ATM baru 1.500 unit plus meremajakan 1.000 unit. Tahun depan kurang lebih sama segitu,” ujarnya kepada Infobank Oktober lalu.
Mandiri dan BCA memiliki pangsa hampir 45% dari total ATM di Indonesia yang saat ini mencapai lebih dari 40.000 unit. Bahkan, dalam penggunaan layanan ATM plus debit per September 2011, keduanya menguasai pangsa 64%. Detilnya, BCA menguasai pangsa 15% dari segi jumlah dan 34% dari total volume transaksi. Sedangkan Mandiri memiliki pangsa 14,70% dari sisi jumlah dan 19,80% dari total volume transaksi.
Tahun depan, Mandiri masih akan menjadi bank dengan ATM paling banyak, dan BCA membututinya di urutan kedua. “Setiap tahun kami menambah mesin ATM 1000 hingga 2000 unit,” ujar Jahja. Bank besar lain yang belakangan sangat agresif menggarap pasar ritel melalui layanan elektronik adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Per Juni 2011, ATM BRI mencapai 6.772 unit. (Lihat: Peringkat 20 Bank dengan ATM Terbanyak)
Sebagai penguasa layanan ATM dan debit, wajar Mandiri dan BCA saling berkompetisi serta cenderung menutup diri untuk interkoneksi. Apalagi BCA yang sudah lama unggul dalam bisnis transaksi dan menguasai pasar tabungan tentu tak mau e-channel-nya dicantolin sembarangan bank yang berisiko menggerogoti kue tabungannya. Di sisi lain, dalam roadmap sistem pembayaran BI, regulator sudah lama mendorong terciptanya interkoneksi semua jaringan ATM di Indonesia. Konsep ini sejalan dengan pola share service dalam arsitektur teknologi perbankan Indonesia (ATPI) yang dibuat Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas).
Selama ini, dengan banyaknya switching, bank-bank harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk bergabung dengan beberapa jaringan ATM. Sebab, untuk masuk ke dalam satu jaringan bank harus mengeluarkan biaya membership. Jika semua ATM sudah tersambung, maka bank tinggal colok satu jaringan dan otomatis bisa terhubung ke seluruh ATM di Indonesia.
Kendati koneksi ATM Mandiri dan BCA berkat dorongan BI, namun seperti kata Aribowo, Kepala Biro Akunting dan Sistem Pembayaran BI, kerjasama Mandiri dan BCA bisa menjadi awal dari tahapan menuju national payment gateway (NPG). “Yang penting menurut saya adalah interkoneksi di tingkat switching merupakan konsep ideal bukan seperti konsep BCA dan Mandiri saja. Jadi bertahap ya, koneksi Link dan Prima dulu, pelan-pelan nanti connect semua,” ujar Aribowo kepada Infobank melalui BlackBerry Messanger bulan lalu.
 Selain Link dan Prima, ada dua lagi jaringan ATM nasional yaitu ATM Bersama dan Alto. ATM Bersama yang dikelola PT Artajasa Pembayaran Elektronis memiliki anggota 75 bank dengan jumlah jaringan ATM mencapai 30.000 unit. Sedangkan ATM Prima yang dikelola PT Rintis Sejahtera beranggotakan 42 bank dengan jaringan ATM 20.000. Setelah proses interkoneksi ATM Mandiri ke dalam jaringan Prima selesai, jaringan ATM Prima langsung melonjak menjadi 29.000 unit. Dengan kata lain, ATM Prima hampir menyaingi ATM Bersama dari sisi jumlah ATM yang dikelola, dan posisi tawar Rintis meningkat untuk menolak rencana regulator untuk memunculkan super switching sebagai operator National Payment Gateway (NPG). (Lihat: Merangkul Rintis, Menggertak Indosat).
Yang jelas, arah regulator untuk mengkoneksikan seluruh ATM yang ada di Indonesia makin memperketat perebutan dana pihak ketiga (DPK) terutama tabungan. Jika sebelum interkoneksi, BCA memiliki eksklusivitas untuk mempertahankan loyalitas nasabah dengan jaringan ATM yang luas, kini BCA harus bekerja lebih keras dengan kualitas pelayanan yang ditingkatkan agar migrasi dana tabungan tak mudah pindah ke bank Mandiri yang empat tahun terakhir dipuji karena pelayanan primanya.
Sedangkan Mandiri sendiri yang ATM-nya sudah terhubung ke jaringan ATM Link, ATM Bersama, dan ATM Prima, harus mempertahankan level pelayanannya. Sebab, seperti diakui manajemen Mandiri, penambahan basis nasabah yang diiringi lonjakan transaksi berisiko menurunkan service level jika tidak diikuti penguatan infrastruktur. Apalagi, ATM Mandiri kini bisa diakses oleh seluruh nasabah seluruh bank yang ada di Indonesia.
Di sisi lain, pertumbuhan transaksi merupakan indikator yang positif. Sebab, penghimpuan dana murah akan meningkat dan bisa bisa menggali fee based income melalui berbagai fitur-fitur pembayaran. Ketika lonjakan transaksi tumbuh signifikan, memanfaatkan interkoneksi ATM saja tidaklah cukup. Sebab, bank-bank harus menambah ATM baru baik dengan membeli sendiri maupun outsourcing karena secara industri jumlah nasabah terus bertambah. Selain itu, bank-bank papan atas yang menerima lonjakan transaksi juga harus giat mengembangkan SMS banking, internet banking, dan mobile banking, sebagai e-channel lain yang ke depan makin menjadi tren.

PERINGKAT 20 BANK DENGAN ATM TERBANYAK
No.
NAMA BANK
Jun-11
1
MANDIRI*
8.993
2
BCA
7.709
3
BRI
6.722
4
BNI
5.169
5
BANK CIMB NIAGA
1.510
6
BANK DANAMON ***)
1.083
7
BII
1.017
8
BTN ***)
745
9
PANIN BANK **)
694
10
BANK PERMATA
639
11
BANK OCBC NISP
627
12
BANK MEGA ***)
570
13
BANK JABAR BANTEN
432
14
BANK BUKOPIN ***)
369
15
BANK SYARIAH MANDIRI ***)
360
16
BANK DKI *)
350
17
BANK SINARMAS ***)
210
18
BANK SUMUT ***)
151
19
BANK SUMSEL ***)
142
20
BANK UOB INDONESIA ***)
141

Keterangan:


*): per September 2011


**): per Maret 2011


***): per Desember 2010


Sumber: Biro Riset Infobank (birI)



Notes: Tulisan ini sudah dimuat di Majalah Infobank Edisi 392 November 2011